L.Satria Wangsa |
Suatu hari di dalam setiap tahun persisnya setiap tanggal 20 bulan 10 Penanggalan Sasak maka di banyak titik sepanjang pantai selatan pulau Lombok berkumpul ribuan orang yang kalo dijumlahkan semua ratusan ribu orang,terdiri dari berbagai kalangan , jenis kelamin dan usia.Dari pejabat tinggi hingga rakyat jelata , mereka yang datang dengan berjalan kaki kiloan kilometer dari rumahnya. Mereka datang sehari sebelumnya bahkan beberapa hari sebelumnya,rela begadang dan berhujan-hujan,bersesak-sesak.Yang pasti mereka semua untuk satu tujuan yang sama : menanti kadatangan sang Putri,Putri Nyale.
Peristiwa tersebut kita saksikan beberapa minggu yang lalu tepatnya tanggal 20 Februari 2013.Untuk sesaat Pulau Lombok seolah tuntang/miring ke selatan . Pergerakan massa yang massiv dalam suasana hati yang gembira menuju titik-titik di pantai selatan Lombok seolah melupakan sejenak permasalahan hidup yang kian menghimpit.Seni budaya ditampilkan menambah semaraknya suasana.Pemerintahpun beserta elemen masyarakat yang peduli budaya dan wisata juga dengan sigap meramunya menjadi daya tarik wisata.Kemasan yang paling popular tentu Festival Bau Nyale yang berpusat di Pantai Seger ,Kute Lombok Tengah yang berlatar legenda Putri Mandhalike dan dua tahun terakhir dengan Festival Kaliantan yang berpusat di Pantai Kaliantan Lombok Timur yang kami rintis sejak 2012 bersama Lem-Pemuda , Pemda Lombok Timur dan Kadis Pariwisata NTB .
Ritus Bau Nyale ini dan berbagai hal yang melatarbelakanginya melengkapi kekayaan dan keragamam budaya Sasak khusunya budaya Nusantara umumnya bahkan erat terkait dengan peradaban Austronesia. Bau Nyle sesungguhnya merupakan kombinasi harmoni dari sebuah legenda,astronomi,biologi dan social.
Dan Festival Nyale adalah ritus tahunan yang diselenggarakan kaitan dengan keluarnya cacing Nyale setahun sekali di pantai-pantai selatan Lombok.Secara biologis Nyale adalah sejenis cacing laut atau Eunice Viridis biasanya dengan habitat di celah batu karang dan termasuk keluarga cacing berbulu (causcing pemangsa berbulu) yang dikenal di Barat. Cacing ini memilki satu atau dua hari dalam setahun untuk berbiak dengan cara memotong tubuh sang betina menjadi dua untuk dibuahi oleh sperma para cacing jantan.Cacing ini sangat baik untuk dikonsumsi karena mengandung sumber gizi dan protein yang tinggi.Masyarakat Lombok sangat menggemarinya ,biasanya mengolahnya dalam bentuk masakan berkuah atau digoreng atau di pepes.Bungkus bekas pepes Nyale yang terbuat dari daun kelapa disebut Lepet biasanya ditaruh di persawahan karena diyakini dapat mengusir hama penggangu tanaman padi.
Secara astronomis waktu terjadinya peristiwa Nyale ini sangat berdekatan dengan siklus bulan yang terjadi pada saat bulan Perbani-Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi ,bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi.Pasang laut Perbani ini terjadi saat bulan seperempat dan tiga perempat –dibagian selatan sama dengan Bulan musim panen dan Bulan musim berburu saat musim gugur di Asia Tenggara.
Fenomena cacing Nyale ini memiliki beberapa fungsi praktis diantaranya menyatukan (menyesuaikan ) tahun kamariah dan matahari setiap tahunnya sehingga para petani dapat menggunakan kalender tahun kamariah untuk merencanakan ritual dan bercocok tanam sepanjang tahun tersebut.Ritual tersebut juga menandai pergantian musim.
Jejak Peradaban Purba.
Seorang Antropolog ternama Stephen J. Oppenheimer dalam penelitiannya selama 30 tahun di Asia Tenggara yang hasilnya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal Eden in the East mendapatkan bahwa Perayaan Nyale merupakan salah satu dari tautan peradaban purba Austronesia.Sebagaimana teori controversial yang dibangunnya dari penelitiannya yang mendalam itu bahwa pada zaman purba yakni para era pasca glacial (15.000-6000 tahun yang lalu) kawasan Nusantara merupakan pusat peradaban.Seiring dengan tenggelamnya sebagaian daratan di kawasan yang kita kenal dengan kawasan paparan sunda dan paparan sahul akibat kenaikan air laut dalam tiga periode maka penduduk yang telah berkebudayaan tinggi dari kawasan tersebut melakukan migrasi ke berbagai tempat yang lebih tinggi secara berangsur-angsur ke seluruh penjuru mata angin dengan membawa serta peradabannya.Salah satunya adalah rumpun bahasa Austronesia dengan Asia Tenggara sebagai sentrumnya menyebar ke barat hingga Madagaskar –di Afrika,ke timur hingga pulau Paskah ,Fiji ,Samoa dan lainnya di kawasan Polinesia ,ke utara hingga kawasan Korea dan ke selatan hingga ke Australia - New Zaeland.Begitu juga dengan berbagai ritus yang salah satunya yaitu Perayaan Nyale.
Perayaan Nyale menurut Oppenheimer merupakan tradisi purba Pemujaan terhadap Bulan ,kesuburan dan pertanian. Pemujaan terhadap Bulan dan kesuburan yang masih sangat bertahan dapat ditemukan di Nusa Tenggara dan di kepulauan Malaysia serta di kepulauan Pasifik dan Polinesia. Ritual ini mengungkap mengapa bulan sangat di puja.Di beberapa tempat di pulau Lombok hingga Maluku sebuah acara Festival tahunan dimulai sekitar musim gugur di wilayah selatan dengan cacing Nyale mengerumuni lautan.
Dikenal juga dengan nama cacing palolo di Fiji dan Samoa. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan perbani di dekat waktu musim semi di selatan ,yang di Polinesia Tengah pada posisi 60 derajat dari garis bujur barat .Kejadian ini yang masih bertahan dalam budaya megalitikum di Nusa Tenggara untuk menandai dimulainya tahun ritual kamariah.Meskipun bulan yang pasti dari kerumunan (Nyale) pertama sedikit berbeda disetiap daerah tetapi peristiwa tersebut dapat diramalkan harinya di setiap daerah dengan mengetahui posisi Matahari dan Bulan.Perbedaan tahunnya ditentukan oleh sifat saling mempengaruhi dari tahun matahari (365 hari) dan tahun kamariah (354 hari) ketika siklus kamariah mendapatkan satu bulan kira-kira setiap tiga tahun. Ritual ini adalah berfungsi mengamati Bulan dan menghitung tahun, selain itu mengamati jumlah cacing yang muncul untuk meramalkan keberhasilan panen.Demikian diskripsi Oppenheimer.
Oppenheimer memperkirakan penyebaran tradisi ini ketika para nenek moyang yang berasal dari Nusantara meninggalkan kawasan ini pada periode terakhir era pascaglacial yaitu sekitar 6000 tahun yang lalu.Keyakinan ilmiahnya bahwa tradisi ini berasal dari sumber yang sama salah satunya dimana ia mendapatkan bahwa perayaan Nyale ini diberbagai-bagai tempat di kawasan Austronesia tersebut selain pada waktu penyelenggaraan yang hampir bersamaan juga dengan thema Mitologi yang hamper sama yaitu tentang seorang Putri yaitu Putri Bulan,Putri Laut,Bidadari laut,juga Putri yang menceburkan diri ke laut .Anehnya di luar kawasan Austronesia yakni di kawasan Mediteranian terdapat tradisi perayaan yang sama atas munculnya cacing laut di sekitar laut mediteranian yang berdasarkan mitologi Yunani dianggap sebagai penjelmaan Putri Dewa Laut. Hal ini menambah daftar ada banyak sekali adat istiadat di Barat yang sama dengan adat istiadat yang mengelilingi khatulistiwa pada musim gugur. Ini adalah penanda penting tentang adanya tautan peradaban.Peradaban yang telah ada sejak zaman purba yang masih bertahan hingga kini.
Di Pulau Lombok perayaan munculnya Nyale yang dikenal dengan Bau Nyale umumnya dikaitkan dengan legenda pengorbanan diri putri Mandhalike dari kerajaan Tonjeng Beru untuk menyelamatkan rakyatnya dari pertumpahan darah sebagai imbas persaingan beberapa pangeran dari kerajaan sekitar yang semua bertekad memperistrinya .Legenda lainnya dikaitkan dengan putri dari beberapa kerajaan di Lombok namun legenda Nyale sebagai penjelmaan Mandhalike adalah yang paling popular dari antaranya.
Merujuk pada teori Oppenheimer diatas berarti tanpa kita sadari ritus Bau Nyale ini merupakan bagian dari ritus universal ,telah berusia ribuan tahun dan mejadi momen kegembiraan di berbagai belahan dunia. Dan setelah melewati masa ribuan tahun ritus ini bukannya memunah justru sebaliknya semakin meriah penyelenggaraannya khusunya di Lombok. Karenanya menarik kiranya dalam rangka internasionalisasi pariwisata Lombok maka perayaan Bau Nyale ini kita beri tagline sebagai Hari Kegembiraan Universal dengan thema Ciptakan Kegembiraan Dunia Dengan BAU NYALE .Semoga.
Sekian
Peristiwa tersebut kita saksikan beberapa minggu yang lalu tepatnya tanggal 20 Februari 2013.Untuk sesaat Pulau Lombok seolah tuntang/miring ke selatan . Pergerakan massa yang massiv dalam suasana hati yang gembira menuju titik-titik di pantai selatan Lombok seolah melupakan sejenak permasalahan hidup yang kian menghimpit.Seni budaya ditampilkan menambah semaraknya suasana.Pemerintahpun beserta elemen masyarakat yang peduli budaya dan wisata juga dengan sigap meramunya menjadi daya tarik wisata.Kemasan yang paling popular tentu Festival Bau Nyale yang berpusat di Pantai Seger ,Kute Lombok Tengah yang berlatar legenda Putri Mandhalike dan dua tahun terakhir dengan Festival Kaliantan yang berpusat di Pantai Kaliantan Lombok Timur yang kami rintis sejak 2012 bersama Lem-Pemuda , Pemda Lombok Timur dan Kadis Pariwisata NTB .
Ritus Bau Nyale ini dan berbagai hal yang melatarbelakanginya melengkapi kekayaan dan keragamam budaya Sasak khusunya budaya Nusantara umumnya bahkan erat terkait dengan peradaban Austronesia. Bau Nyle sesungguhnya merupakan kombinasi harmoni dari sebuah legenda,astronomi,biologi dan social.
Dan Festival Nyale adalah ritus tahunan yang diselenggarakan kaitan dengan keluarnya cacing Nyale setahun sekali di pantai-pantai selatan Lombok.Secara biologis Nyale adalah sejenis cacing laut atau Eunice Viridis biasanya dengan habitat di celah batu karang dan termasuk keluarga cacing berbulu (causcing pemangsa berbulu) yang dikenal di Barat. Cacing ini memilki satu atau dua hari dalam setahun untuk berbiak dengan cara memotong tubuh sang betina menjadi dua untuk dibuahi oleh sperma para cacing jantan.Cacing ini sangat baik untuk dikonsumsi karena mengandung sumber gizi dan protein yang tinggi.Masyarakat Lombok sangat menggemarinya ,biasanya mengolahnya dalam bentuk masakan berkuah atau digoreng atau di pepes.Bungkus bekas pepes Nyale yang terbuat dari daun kelapa disebut Lepet biasanya ditaruh di persawahan karena diyakini dapat mengusir hama penggangu tanaman padi.
Secara astronomis waktu terjadinya peristiwa Nyale ini sangat berdekatan dengan siklus bulan yang terjadi pada saat bulan Perbani-Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi ,bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus.Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi.Pasang laut Perbani ini terjadi saat bulan seperempat dan tiga perempat –dibagian selatan sama dengan Bulan musim panen dan Bulan musim berburu saat musim gugur di Asia Tenggara.
Fenomena cacing Nyale ini memiliki beberapa fungsi praktis diantaranya menyatukan (menyesuaikan ) tahun kamariah dan matahari setiap tahunnya sehingga para petani dapat menggunakan kalender tahun kamariah untuk merencanakan ritual dan bercocok tanam sepanjang tahun tersebut.Ritual tersebut juga menandai pergantian musim.
Jejak Peradaban Purba.
Seorang Antropolog ternama Stephen J. Oppenheimer dalam penelitiannya selama 30 tahun di Asia Tenggara yang hasilnya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal Eden in the East mendapatkan bahwa Perayaan Nyale merupakan salah satu dari tautan peradaban purba Austronesia.Sebagaimana teori controversial yang dibangunnya dari penelitiannya yang mendalam itu bahwa pada zaman purba yakni para era pasca glacial (15.000-6000 tahun yang lalu) kawasan Nusantara merupakan pusat peradaban.Seiring dengan tenggelamnya sebagaian daratan di kawasan yang kita kenal dengan kawasan paparan sunda dan paparan sahul akibat kenaikan air laut dalam tiga periode maka penduduk yang telah berkebudayaan tinggi dari kawasan tersebut melakukan migrasi ke berbagai tempat yang lebih tinggi secara berangsur-angsur ke seluruh penjuru mata angin dengan membawa serta peradabannya.Salah satunya adalah rumpun bahasa Austronesia dengan Asia Tenggara sebagai sentrumnya menyebar ke barat hingga Madagaskar –di Afrika,ke timur hingga pulau Paskah ,Fiji ,Samoa dan lainnya di kawasan Polinesia ,ke utara hingga kawasan Korea dan ke selatan hingga ke Australia - New Zaeland.Begitu juga dengan berbagai ritus yang salah satunya yaitu Perayaan Nyale.
Perayaan Nyale menurut Oppenheimer merupakan tradisi purba Pemujaan terhadap Bulan ,kesuburan dan pertanian. Pemujaan terhadap Bulan dan kesuburan yang masih sangat bertahan dapat ditemukan di Nusa Tenggara dan di kepulauan Malaysia serta di kepulauan Pasifik dan Polinesia. Ritual ini mengungkap mengapa bulan sangat di puja.Di beberapa tempat di pulau Lombok hingga Maluku sebuah acara Festival tahunan dimulai sekitar musim gugur di wilayah selatan dengan cacing Nyale mengerumuni lautan.
Dikenal juga dengan nama cacing palolo di Fiji dan Samoa. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan perbani di dekat waktu musim semi di selatan ,yang di Polinesia Tengah pada posisi 60 derajat dari garis bujur barat .Kejadian ini yang masih bertahan dalam budaya megalitikum di Nusa Tenggara untuk menandai dimulainya tahun ritual kamariah.Meskipun bulan yang pasti dari kerumunan (Nyale) pertama sedikit berbeda disetiap daerah tetapi peristiwa tersebut dapat diramalkan harinya di setiap daerah dengan mengetahui posisi Matahari dan Bulan.Perbedaan tahunnya ditentukan oleh sifat saling mempengaruhi dari tahun matahari (365 hari) dan tahun kamariah (354 hari) ketika siklus kamariah mendapatkan satu bulan kira-kira setiap tiga tahun. Ritual ini adalah berfungsi mengamati Bulan dan menghitung tahun, selain itu mengamati jumlah cacing yang muncul untuk meramalkan keberhasilan panen.Demikian diskripsi Oppenheimer.
Oppenheimer memperkirakan penyebaran tradisi ini ketika para nenek moyang yang berasal dari Nusantara meninggalkan kawasan ini pada periode terakhir era pascaglacial yaitu sekitar 6000 tahun yang lalu.Keyakinan ilmiahnya bahwa tradisi ini berasal dari sumber yang sama salah satunya dimana ia mendapatkan bahwa perayaan Nyale ini diberbagai-bagai tempat di kawasan Austronesia tersebut selain pada waktu penyelenggaraan yang hampir bersamaan juga dengan thema Mitologi yang hamper sama yaitu tentang seorang Putri yaitu Putri Bulan,Putri Laut,Bidadari laut,juga Putri yang menceburkan diri ke laut .Anehnya di luar kawasan Austronesia yakni di kawasan Mediteranian terdapat tradisi perayaan yang sama atas munculnya cacing laut di sekitar laut mediteranian yang berdasarkan mitologi Yunani dianggap sebagai penjelmaan Putri Dewa Laut. Hal ini menambah daftar ada banyak sekali adat istiadat di Barat yang sama dengan adat istiadat yang mengelilingi khatulistiwa pada musim gugur. Ini adalah penanda penting tentang adanya tautan peradaban.Peradaban yang telah ada sejak zaman purba yang masih bertahan hingga kini.
Di Pulau Lombok perayaan munculnya Nyale yang dikenal dengan Bau Nyale umumnya dikaitkan dengan legenda pengorbanan diri putri Mandhalike dari kerajaan Tonjeng Beru untuk menyelamatkan rakyatnya dari pertumpahan darah sebagai imbas persaingan beberapa pangeran dari kerajaan sekitar yang semua bertekad memperistrinya .Legenda lainnya dikaitkan dengan putri dari beberapa kerajaan di Lombok namun legenda Nyale sebagai penjelmaan Mandhalike adalah yang paling popular dari antaranya.
Merujuk pada teori Oppenheimer diatas berarti tanpa kita sadari ritus Bau Nyale ini merupakan bagian dari ritus universal ,telah berusia ribuan tahun dan mejadi momen kegembiraan di berbagai belahan dunia. Dan setelah melewati masa ribuan tahun ritus ini bukannya memunah justru sebaliknya semakin meriah penyelenggaraannya khusunya di Lombok. Karenanya menarik kiranya dalam rangka internasionalisasi pariwisata Lombok maka perayaan Bau Nyale ini kita beri tagline sebagai Hari Kegembiraan Universal dengan thema Ciptakan Kegembiraan Dunia Dengan BAU NYALE .Semoga.
Sekian
Posting Komentar